TUGAS
MANDIRI
KESEHATAN LINGKUNGAN BERSPEKTIF ETIKA LINGKUNGAN
OLEH :
Rika
Oktapianti
12131011124
Dosen :
Prof. Dr. Supli Effendi
PROGRAM
PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA
HUSADA
PALEMBANG
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar manusia saat ini sudah
tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan.
Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi sumberdaya alam,
manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang dimiliki
manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat
kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai
kehilangan orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan
harapan hidup yang mungkin telah dicanangkan, dipersiapkan dan diusahakan
selama proses kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk peradaban yang
digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna keberlangsungan
hidup spesies manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan
kekuatannya sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam
dan melupakan satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan
kelemahan dan sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan
lingkungan setiap persoalan selalu dibahas dalam kaitannya dengan pembangunan
dalam meningkatkan kualitas hidup (manusia) secara keseluruhan. Pendidikan
etika lingkungan, terutama yang menekankan pada paham ekosentrisme, sangat penting
untuk dilakukan dan dan diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang
kelak akan meneruskan mengelolah alam semesta ini.
BAB II
TIJAUAN TEORI
2.1
Teori Tentang Etika Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku seseorang terhadap
sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu
itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu
telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam.
Pandangan tersebut dibagidalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow
Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental
Ethics. Ketigateori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme,
dan Ekosentrisme.
a. Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia,
adalah suatu pandanganyang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam
semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam
harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai
objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan demikian alam
dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan
diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. Namun, dalam
sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini juga peduli
terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkunganhidup yang baik, maka demi
kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajibanmemeliharan dan melestarikan
alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu
dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan hidup manusia, dan
bukan atas pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori
ini jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah
sebabnya teori ini dianggap sebagaisebuah etika lingkungan yang dangkal dan
sempit (Shallow EnvironmentalEthics).
b.
Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam
sebagai yangmempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia.
Dengandemikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan
bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori
biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia
saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian.Maka,
kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harusdilindungi
dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinyamemilki harkat
dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan
yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salahsatu bagian saja
dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlahmerupakan pusat dari
seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan
makhluk hidup lainnya.
c. Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman
bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling
terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan
bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk
hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Jadi,
ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-sama
menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni
komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog
menganut prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa
seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari
suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu martabat yang sama.
Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua
makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universalyang tidak
bisa diabaikan.
2.2 Dasar Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran
Masyarakat
Empat tingkat kesadaran lingkungan
mengiodentifikasi bahwaawalnya pemikiran etika lingkungan itu muncul karena
adanya krisis lingkungan yang sebab utamanya adalah gaya hidup manusia dan
perkembangan peradabannya. Pola hidup konsumtif, tanmpa memperhitungkan
bagaimana ketersediaan/ daya dukung lingkungan serta didukung
pengangkatan-pengangkatan teknologi membuahkan perilaku eksploitasi. Namun,
sering berjalannya waktu, manusia mulai menghadapi masalah persaingan
mendapatkan sumber daya alam yang
ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai
menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia
untuk melihat kembali bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya
dengan alam semesta yang melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkungan.
Dasar-dasar
pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
- Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu, sekarang, dan yang kan datang, akan memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa melakukan hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada organisme lain, sekarang atau akan datang.
- Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
- Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan sebelumnya, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukkan bagaiman alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknya terjalin antara alam dan manusia.
2.3
Prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup
Etika lingkungan hidup yang menuntut
manusia untuk berinteraksidalam alam semesta.Dengan ini bisa dikemukakan bahwa
krisis lingkungan global yang kitaalami saat ini sebenarnya bersumber pada
kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan
tempat manusia dalam keseluruhanekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru
menempatkan diri dalamkonteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari
semua bencana lingkunganhidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu,
pembenahan harus pulamenyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia
dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam
keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber
dari etika antroposentrisme, yangmemandang bahwa manusia sebagai pusat alam
semesta, dan hanya manusia yangmempunya nilai, sementara alam dan segala isinya
sekedar alat bagi pemuasankebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia
dianggap berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami
sebagai penguasa atasalam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti
ini melahirkan sikapdan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali
terhadap alam dan segalaisinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri
sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologiyang
bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
1. Prinsip
sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
2. Dari
ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwaalam perlu
dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta
seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja
karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan
bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.
3. Prinsip
Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap
bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengantujuannya
masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia atau
tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung
jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha,
kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan
segala isinya. Itu berarti kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan
tanggung jawab bersama seluruh umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus
bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan
mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan
terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang
secarasengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
4. Solidaritas
Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait
dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip initerbentuk
dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu,
manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan
perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk
hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup
lain. Manusia bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan
memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa
yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu
mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang ada di
alam semesta. Prinsip ini juga mencegahmanusia untuk tidak merusak dan
mencemari alam dan seluruh kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan
merusak kehidupannya sertamerusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi
sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini jugamendorong manusia untuk
mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap
tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena
mereka merasa sakit samaseperti yang dialami oleh alam yang rusak.
5. Prinsip
Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip
ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitasekologis mempunyai
hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat. Prinsip kasih sayang
dan kepedulian adalah prinsip tanpamengharapkan balasan yang tidak didasarkan
atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin
mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang menjadi manusia
yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh
berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang,
damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
6. Prinsip³
No Harm´
Berdasarkan
keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yangrelevan adalah
prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan tanggung
jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara
tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme,
manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta
ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankanuntuk
memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dantumbuhan, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap
menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup danhanya dilakukan sejauh
memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital. Jadi, pemenuhan kebutuhan
hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar batas-batas yang wajar
ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk hidup lain (binatang dan
tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa
dinyatakandalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat
(care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban
dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengantidak
melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak
menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak
menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuanglimbah
seenaknya, dan sebagainya.
7. Prinsip
Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang
dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam adalah
kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalahtidak rakus dan tamak
dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting,
karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme
yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup
manusia. Selain itu, pola dan gayahidup manusia modern konsumtif, tamak dan
rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam
untuk kepentingannya. Kalaumanusia memahami dirinya sebagai bagian integral
dari alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola
konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas
yang bisaditolerir oleh alam.
2.4 Penerapan Etika Lingkungan
Hidup
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup
harus bisa menjadi sesatu kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam
menjalankan kehidupan baik dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam
membudayakan sikap tersebut antara lain,dengan:
1.
Lingkungan Keluarga
lingkungan
keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai
etika lingkungan.
· Hal
itu dapat dilakukan dengan
· Menanam
pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi tanggung
jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan memberi
pupuk.
· membiasakan
diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota keluarga
mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang sapah
sembarang tempat.
· Memberikan
tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan pekarangan rumah
secara rutin.
2.
lingkungan Sekolah
Kesadaran
mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolahdengan
memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan,melalui
kegiatan ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan
pada pembentukan sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
o
Pembahasan atau diskusi mengenai isu
lingkungan hidup
o
Pengelolaan sampah
o
Penanaman Pohon
o
penyuluhan kepada siswa
o
Kegiatan piket, dan jumsih (jumat
bersih)
3.
Lingkungan Masyarakat
Pada
lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat
ditetapkan melalui :
1. Membuangan
sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2. Kesiadaan
untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganik
3. Melakukan
kegiatan gotong royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat
tinggal
4. Menggunakan
kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masihdiperbaharui.
2.5 Kesatuan Manusia dengan Lingkungan Hidupnya
1. Pengaruh Seleksi
Alam
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, manusia
terus berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan
hidupnya, dan sebaliknya, ia juga dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia
seperti adanya, yaitu fenotipenya terbentuk oleh interaksi antara Genotipe dan
lingkungan hidupnya. Genotipe juga tidaklah konstan, melainkan terus menerus
mengalami perubahan karena adanya mutasi adanya mutasi pada gen dalam
kromosomnya, baik mutasi spontan maupun mutasi karena pengaruh lingkungan.
Dengan mutasi gen yang terjadi, maka manusia, walaupun hanya terdiri atas satu
jenis, yaitu homo msapiens, namun keanekaan (diversity) genotipenya sangatlah
besar. Ini terjadi pada nenek moyang manusia dimana dengan adanya keanekaan
genotipenya maka terbuka peluang besar untuk terjadinya seleksi alam. Seleksi
itu terjadi melalui faktor alam, dan tentu juga melalui kekuatan sosial budaya.
Kenyataan yang terjadi Hanya individu yang sesuai atau dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dapat berkembang. Hal itulah yang menyertai evolusi
manusia dari nenek moyangnya, Australopithecus africanus, menjadi manusia
modern, homo sapiens.
2. Gambaran Kedudukan
Manusia dalam alam lingkungan
Tempat kedudukan
manusia ditengah lingkungannya dapat dilihat dari dua segi:
a. Dari
segi struktur perilaku dan kemampuan. Dapat diurutkan sebagai berikut:
• Tingkatan anorganik (benda mati):
hanya memiliki berat dan gaya, bergerak bukan atas kemauan sendiri.
• Tingkatan tumbuh-tumbuhan: sudah
memiliki kehidupan untuk bertumbuh, tetapi masih bergantung pada kekuatan
diluar dirinya.
• Tingkatan hewan: ada kehidupan dan
pertumbuhan, ada semangat dan kehendak yang berdasarkan keteraturan
(insting,naluri).
• Tingkatan manusia: mempunyai
kelengkapan sebagai mahluk hidup yang berkehendak dan berakal budi, yang pada
prinsipnya dapat berbuat menurut kemauan diri sendiri.
Urutan
ini dapat digambarkan sbb:
§ Manusia
§ Tingkatan
Hewan
§ Tingkatan
Organik
§ Tingkatan
anorganik
Dalam
pandangan ini manusia berada pada kedudukan yang lebih tinggi daripada benda
atau mahluk lainnya.
b. Dari
segi kedudukan dalam keseluruhan ekosistem dapat digambarkan sebagai berikut:
§ Ekosistem
§ Lingkungan
§ biotik
§ Lingkungan
§ abiotik
§ Manusia
Dalam gambar diatas kelihatan bahwa manusia berada
di unsur-unsur lainnya, tidak diatas dan tidak juga dibawah yang lainnya.
Nampak semua unsur membentuk suatu lingkaran ekosistem yang berkaitan satu sama
lain. Manusia dan unsur-unsur lainnya memberi sumbangan kepada seluruh
ekosistem dari tempatnya masing-masing. Kedudukan seperti inilah yang lebih
mencerminkan hubungan antar unsur-unsur dalam suatu hubungan saling
ketergantungan satu sama lain.
2.6
Mengembangkan Paham yang tepat tentang lingkungan
Dari beberapa pemaparan mengenai teori-teori etika
tentang lingkungan, ditambah dengan gambaran mengenai hubungan dan kedudukan
manusia dalam alam semesta, perlu dirumuskan suatu pemahaman dan sikap yang
semakin baik dan bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Pemahaman yang
semakin tepat adalah pemahaman yang mendorong pada sikap dan perilaku yang
semakin menjamin keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di dalam
alam semesta ini, termasuk diantaranya, manusia.
1. Teori-teori etika
lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga teori utama etika
lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Ketiganya
sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam.
Antroposentrisme, banyak dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi
lingkungan. Namun teori ini tetap menuntut kesediaan manusia untuk memelihara
lingkungannya. Teori biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan
kehidupan yang memiliki nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya
ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain
manusia. Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang
lingkungan. Kepedulian moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas
dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang
kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru
yang tidak berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan
kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang
menjadi pusat dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies,
termasuk spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman
filosofis tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan
praktis penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita
kembangkan secara konsisten.
2. Deep ecology dan pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam
melalui teori deep ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang
menyebut dasar dari filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy,
yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian manusia
dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan
kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.
Ada
8 prinsip deep ecology yang dapat dilihat sebagai pandangan yang rata-rata
dianut oleh pendukung deep ecology.
1. Kesejahteraan
dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di
bumi, mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung dari bermanfaat
tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
2. Kekayaan
dan keanekaan bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai
ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3. Manusia
tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi
kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan
baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya
secara substansia jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan bukan-manusiawi
memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur
tangan manusia dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi
memburuk dengan pesat.
6. Karena
itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut struktur-struktur
dasar dibidang ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan yang timbul sebagaimana
hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7. Perubahan
ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya, manusia dapat
tinggal dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan berpegang pada
standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan
perbedaan antara big(=kuantitas) dan great(=kualitas).
8. Mereka
yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak
langsung untuk mengusahakan mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Manusia dapat saja menggunakan alam ini demi
kegunaan pada dirinya sambil memperhatikan tetap terpeliharanya kelestarian
lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antara
kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh
kearifan teknik manusia. Oleh karena dua sikap ekstrim berikut harus ditolak:
Pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh berguna bagi manusia dan
menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan teknologi semata; dan yang
kedua adalah, faham ’mistisisme alam’ sejauh faham itu menganggap bahwa dunia
ini harus diterima begitu saja dan tak boleh di apa-apakan oleh manusia. Kedua
pandangan ini yang pertama, memutlakkan campur tangan manusia terhadap alam,
dan yang kedua menolak sama sekali campur tangan manusia terhadap alam.
3. Kedudukan tepat manusia dalam alam.
Pandangan deep ecology patut dihargai karena
menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa
dibenarkan sejauh pandangan itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang
mempunyai nilai intrisik, yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk manusia.
Akan tetapi, kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis
telah membawa manfaat yang tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi.
Yang harus ditolak adalah pendekatan teknokratis yang merusak alam dan tidak
memeliharanya. Sebaliknya, jika kita menerima ekosentrisme, kita tidak boleh
jatuh dalam ekstrem lain, yaitu ”ekofasisme”, di mana manusia sebagai individu
dikorbankan kepada alam sebagai keseluruhan[vii]. Hanya manusialah yang kita
sebut ’persona” yang mempunyai martabat khusus, yang tidak dimiliki oleh mahluk
hidup lainnya. Biospherical egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila
dimaksudkan sebagai penyamaan martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa
segenap mahluk mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini
manusia, tidak boleh membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat
manusia sebagai satu-satunya mahluk di bumi ini yang memiliki akal budi dan
kehendak bebas. Akan tetapi pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia,
martabat alam tidak dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan
keistimewaan yang dimilikinya itu, manusia menjadi satu-satunya mahluk hidup
yang memilik tanggungjawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga
lingkungannya. Maka, melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya
sendiri.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi
antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme. Dasar etika Dalam Mewujudkan
Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis, dasar pendekatan
humanisme, dan dasar pendekatan teologis.
Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan
hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature), Prinsip
Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature), Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity), .
Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature), Prinsip³
No Harm´, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam.
Penerapan etika lingkungan hidup bisa
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
3.2.
Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi
mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana
yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan
hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang dan
memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap
dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://taufiqurrazeluxe.blogspot.com/2012/02/macam-macam-ekosistem-beserta-ciri.html
http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio%201-7e.html
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110413041858AASNtoI
http://yundahamasah.blogspot.com/2013/03/dua-nilai-lingkungan.html
http://firmandepartment.blogspot.com/2011/12/makalah-etika-lingkungan.html
http://id.prmob.net/remediasi-lingkungan/lingkungan/konsultan-1361771.html
Makalah mengenai Pendidikan etika lingkungan cukup jarang dibahas, sementara hal ini sangat penting untuk diterapkan agar manusia bisa berinteraksi dengan lingkungan tanpa merusak lingkungan itu sendiri
BalasHapus