Jumat, 05 April 2013

Tugas Mandiri Tentang Kesehatan Lingkungan Berspektif Etika Lingkungan


TUGAS MANDIRI
KESEHATAN LINGKUNGAN BERSPEKTIF ETIKA LINGKUNGAN
 
 
OLEH :
Rika Oktapianti
12131011124


Dosen : Prof. Dr. Supli Effendi







PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA HUSADA
PALEMBANG
  
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang mungkin telah dicanangkan, dipersiapkan dan diusahakan selama proses kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk peradaban yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna keberlangsungan hidup spesies manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan kekuatannya sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam dan melupakan satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan selalu dibahas dalam kaitannya dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup (manusia) secara keseluruhan. Pendidikan etika lingkungan, terutama yang menekankan pada paham ekosentrisme, sangat penting untuk dilakukan dan dan diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang kelak akan meneruskan mengelolah alam semesta ini.






BAB II
TIJAUAN TEORI

2.1 Teori Tentang Etika Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagidalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics. Ketigateori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
a.  Antroposentrisme
 Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandanganyang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkunganhidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajibanmemeliharan dan melestarikan alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagaisebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow EnvironmentalEthics).


b. Biosentrisme
 Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian.Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harusdilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c.  Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-sama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga  Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universalyang tidak bisa diabaikan.
2.2  Dasar Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat
Empat tingkat kesadaran lingkungan mengiodentifikasi bahwaawalnya pemikiran etika lingkungan itu muncul karena adanya krisis lingkungan yang sebab utamanya adalah gaya hidup manusia dan perkembangan peradabannya. Pola hidup konsumtif, tanmpa memperhitungkan bagaimana ketersediaan/ daya dukung lingkungan serta didukung pengangkatan-pengangkatan teknologi membuahkan perilaku eksploitasi. Namun, sering berjalannya waktu, manusia mulai menghadapi masalah persaingan mendapatkan sumber  daya alam yang ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia  untuk melihat kembali bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang melahirkan gagasan kesadaran  dan etika lingkungan.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
  1. Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu, sekarang, dan yang kan datang, akan memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa melakukan hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada organisme lain, sekarang atau akan datang.
  2. Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
  3. Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan sebelumnya, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukkan bagaiman alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknya terjalin antara alam dan manusia.
2.3  Prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup
Etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksidalam alam semesta.Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kitaalami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhanekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalamkonteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkunganhidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pulamenyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yangmemandang bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yangmempunya nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasankebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai penguasa atasalam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan sikapdan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segalaisinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologiyang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
1.    Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
2.    Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwaalam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar  bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.
3.    Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengantujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secarasengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.

4.    Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip initerbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegahmanusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya sertamerusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini jugamendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka merasa sakit samaseperti yang dialami oleh alam yang rusak.
5.    Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitasekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpamengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
6.    Prinsip³ No Harm´
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yangrelevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankanuntuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dantumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup danhanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakandalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengantidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuanglimbah seenaknya, dan sebagainya.
7.    Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalahtidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gayahidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalaumanusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisaditolerir oleh alam.


2.4 Penerapan Etika Lingkungan Hidup
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara lain,dengan:
1.         Lingkungan Keluarga
lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai etika lingkungan.
·      Hal itu dapat dilakukan dengan
·      Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan memberi pupuk.
·      membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang sapah sembarang tempat.
·      Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan pekarangan rumah secara rutin.
2.          lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolahdengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan,melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan pada pembentukan sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
o  Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
o  Pengelolaan sampah
o  Penanaman Pohon
o  penyuluhan kepada siswa
o  Kegiatan piket, dan jumsih (jumat bersih)
3.         Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat ditetapkan melalui :
1.    Membuangan sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2.    Kesiadaan untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganik
3.    Melakukan kegiatan gotong royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat tinggal
4.    Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masihdiperbaharui.
2.5  Kesatuan Manusia dengan Lingkungan Hidupnya
1. Pengaruh Seleksi Alam
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, manusia terus berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya, ia juga dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti adanya, yaitu fenotipenya terbentuk oleh interaksi antara Genotipe dan lingkungan hidupnya. Genotipe juga tidaklah konstan, melainkan terus menerus mengalami perubahan karena adanya mutasi adanya mutasi pada gen dalam kromosomnya, baik mutasi spontan maupun mutasi karena pengaruh lingkungan. Dengan mutasi gen yang terjadi, maka manusia, walaupun hanya terdiri atas satu jenis, yaitu homo msapiens, namun keanekaan (diversity) genotipenya sangatlah besar. Ini terjadi pada nenek moyang manusia dimana dengan adanya keanekaan genotipenya maka terbuka peluang besar untuk terjadinya seleksi alam. Seleksi itu terjadi melalui faktor alam, dan tentu juga melalui kekuatan sosial budaya. Kenyataan yang terjadi Hanya individu yang sesuai atau dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat berkembang. Hal itulah yang menyertai evolusi manusia dari nenek moyangnya, Australopithecus africanus, menjadi manusia modern, homo sapiens.
2. Gambaran Kedudukan Manusia dalam alam lingkungan
Tempat kedudukan manusia ditengah lingkungannya dapat dilihat dari dua segi:
a.       Dari segi struktur perilaku dan kemampuan. Dapat diurutkan sebagai berikut:
• Tingkatan anorganik (benda mati): hanya memiliki berat dan gaya, bergerak bukan atas kemauan sendiri.
• Tingkatan tumbuh-tumbuhan: sudah memiliki kehidupan untuk bertumbuh, tetapi masih bergantung pada kekuatan diluar dirinya.
• Tingkatan hewan: ada kehidupan dan pertumbuhan, ada semangat dan kehendak yang berdasarkan keteraturan (insting,naluri).
• Tingkatan manusia: mempunyai kelengkapan sebagai mahluk hidup yang berkehendak dan berakal budi, yang pada prinsipnya dapat berbuat menurut kemauan diri sendiri.
Urutan ini dapat digambarkan sbb:
§  Manusia
§  Tingkatan Hewan
§  Tingkatan Organik
§  Tingkatan anorganik
Dalam pandangan ini manusia berada pada kedudukan yang lebih tinggi daripada benda atau mahluk lainnya.
b.    Dari segi kedudukan dalam keseluruhan ekosistem dapat digambarkan sebagai berikut:
§  Ekosistem
§  Lingkungan
§  biotik
§  Lingkungan
§  abiotik
§  Manusia
Dalam gambar diatas kelihatan bahwa manusia berada di unsur-unsur lainnya, tidak diatas dan tidak juga dibawah yang lainnya. Nampak semua unsur membentuk suatu lingkaran ekosistem yang berkaitan satu sama lain. Manusia dan unsur-unsur lainnya memberi sumbangan kepada seluruh ekosistem dari tempatnya masing-masing. Kedudukan seperti inilah yang lebih mencerminkan hubungan antar unsur-unsur dalam suatu hubungan saling ketergantungan satu sama lain.
2.6 Mengembangkan Paham yang tepat tentang lingkungan
Dari beberapa pemaparan mengenai teori-teori etika tentang lingkungan, ditambah dengan gambaran mengenai hubungan dan kedudukan manusia dalam alam semesta, perlu dirumuskan suatu pemahaman dan sikap yang semakin baik dan bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Pemahaman yang semakin tepat adalah pemahaman yang mendorong pada sikap dan perilaku yang semakin menjamin keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di dalam alam semesta ini, termasuk diantaranya, manusia.
1. Teori-teori etika lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga teori utama etika lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Ketiganya sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Antroposentrisme, banyak dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi lingkungan. Namun teori ini tetap menuntut kesediaan manusia untuk memelihara lingkungannya. Teori biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan kehidupan yang memiliki nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain manusia. Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang lingkungan. Kepedulian moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang menjadi pusat dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies, termasuk spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman filosofis tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan praktis penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita kembangkan secara konsisten.
2.  Deep ecology dan pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian manusia dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.
Ada 8 prinsip deep ecology yang dapat dilihat sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung deep ecology.
1.    Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di bumi, mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
2.    Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3.    Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.
4.    Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara substansia jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan bukan-manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5.    Campur tangan manusia dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan pesat.
6.    Karena itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan yang timbul sebagaimana hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7.    Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya, manusia dapat tinggal dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan perbedaan antara big(=kuantitas) dan great(=kualitas).
8.    Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk mengusahakan mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Manusia dapat saja menggunakan alam ini demi kegunaan pada dirinya sambil memperhatikan tetap terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh kearifan teknik manusia. Oleh karena dua sikap ekstrim berikut harus ditolak: Pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh berguna bagi manusia dan menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan teknologi semata; dan yang kedua adalah, faham ’mistisisme alam’ sejauh faham itu menganggap bahwa dunia ini harus diterima begitu saja dan tak boleh di apa-apakan oleh manusia. Kedua pandangan ini yang pertama, memutlakkan campur tangan manusia terhadap alam, dan yang kedua menolak sama sekali campur tangan manusia terhadap alam.
3. Kedudukan tepat manusia dalam alam.
Pandangan deep ecology patut dihargai karena menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa dibenarkan sejauh pandangan itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang mempunyai nilai intrisik, yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Akan tetapi, kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa manfaat yang tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi. Yang harus ditolak adalah pendekatan teknokratis yang merusak alam dan tidak memeliharanya. Sebaliknya, jika kita menerima ekosentrisme, kita tidak boleh jatuh dalam ekstrem lain, yaitu ”ekofasisme”, di mana manusia sebagai individu dikorbankan kepada alam sebagai keseluruhan[vii]. Hanya manusialah yang kita sebut ’persona” yang mempunyai martabat khusus, yang tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya. Biospherical egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila dimaksudkan sebagai penyamaan martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa segenap mahluk mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, tidak boleh membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat manusia sebagai satu-satunya mahluk di bumi ini yang memiliki akal budi dan kehendak bebas. Akan tetapi pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang dimilikinya itu, manusia menjadi satu-satunya mahluk hidup yang memilik tanggungjawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Maka, melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.


BAB III
KESIMPULAN

3.1    Kesimpulan
    Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme. Dasar etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis, dasar pendekatan humanisme, dan dasar pendekatan teologis.
     Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature),  Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity), . Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature), Prinsip³ No Harm´, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam.
     Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

3.2. Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
 
DAFTAR PUSTAKA

http://taufiqurrazeluxe.blogspot.com/2012/02/macam-macam-ekosistem-beserta-ciri.html
http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio%201-7e.html
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110413041858AASNtoI
http://yundahamasah.blogspot.com/2013/03/dua-nilai-lingkungan.html
http://firmandepartment.blogspot.com/2011/12/makalah-etika-lingkungan.html
http://id.prmob.net/remediasi-lingkungan/lingkungan/konsultan-1361771.html

1 komentar:

  1. Makalah mengenai Pendidikan etika lingkungan cukup jarang dibahas, sementara hal ini sangat penting untuk diterapkan agar manusia bisa berinteraksi dengan lingkungan tanpa merusak lingkungan itu sendiri

    BalasHapus